Pusaka Wahyu S2 - CHAPTER 3: "VERSI DIRI YANG TAK SEMPURNA"
Udara dalam ruangan stasis tiba-tiba berubah membeku. Kabut putih menyembur dari peti-peti yang terbuka, menyentuh kulit ketiga anak itu seperti jari-jari hantu.
Siti menjerit ketika dirinya yang lain bangkit dari peti. Gadis itu memakai baju yang sama, tapi matanya putih seluruhnya, tanpa pupil. Bibirnya bergerak, mengeluarkan suara yang bukan suara manusia—lebih seperti rekaman yang rusak:
"Siti... kita... harus... bergabung..."
Budi bersembunyi di belakang Joko, tapi saat ia menoleh, Budi versi logam sudah berdiri di sampingnya—tersenyum dengan mulut yang terlalu lebar, menunjukkan gigi-gigi kecil dari tembaga.
"Ayo main, Budi! Kita bisa jadi pahlawan seperti Arya Daka!"
Joko mendorong adik-adiknya ke belakang, mengambil pecahan kaca peti sebagai senjata. Tapi ketika Joko versi bertao bangkit, tubuhnya gemetar.
Versi itu lebih tinggi, lebih tua. Di lehernya, tato emas berbentuk kumbang dengan sayap pedang berdenyut seperti hidup.
"Kau lemah, Joko. Kau tak bisa lindungi mereka. Tapi aku bisa."
——
Sri Kandi Turun ke Lubang
Dengan obor di satu tangan dan keris pemberian Arya (yang tiba-tiba berpijar) di tangan lain, Sri Kandi melompat ke dalam kegelapan.
Tapi lubang itu lebih dalam dari perkiraan.
Ia jatuh selama lama sekali—terlalu lama untuk kedalaman normal—dan mendarat di sebuah ruangan yang tidak seharusnya ada di bawah candi:
Dindingnya dari logam hidup, berdenyup seperti nadi.
Puluhan layar kristal menunjukkan gambar-gambar aneh: Joko dan Siti sedang makan di rumah, Budi bermain di sungai—tapi semuanya salah. Ibunya punya mata ruby. Rumahnya dari tulang.
Boneka kumbang dalam ukuran raksasa (sebesar manusia) tergantung di langit-langit, matanya terkunci pada Sri.
Suara dari keris Arya mendesis:
"Ini bukan ruangan... ini perut."
——
Posting Komentar untuk "Pusaka Wahyu S2 - CHAPTER 3: "VERSI DIRI YANG TAK SEMPURNA""
You are welcome to share your ideas with us in comments!