Bab 2: Kecemburuan Saudara-saudara
Malam itu, suasana di rumah Nabi Ya'qub terasa tegang. Angin berhembus lembut, tetapi di dalam hati saudara-saudara Yusuf, ada badai yang mengamuk. Mereka berkumpul di sudut gelap, jauh dari pandangan ayah mereka. Wajah-wajah mereka dipenuhi dengan kecemasan dan rasa cemburu yang membara.
Mereka merasa dengki karena ayah mereka, Nabi Ya'qub, lebih perhatian kepada Yusuf dan Bunyamin dibandingkan kepada mereka. Saudara-saudaranya beranggapan bahwa merekalah yang lebih berhak disayang daripada Yusuf dan Bunyamin. Kecemburuan itu semakin membara, menciptakan jurang yang dalam di antara mereka.
"Kau lihat bagaimana ayah selalu memandangnya?" tanya Reuben, suaranya penuh amarah. "Seolah dia adalah bintang yang bersinar di langit." Ia menatap ke arah pintu, seolah berharap ayah mereka tidak akan muncul dan menghancurkan rencana mereka.
"Dia memang bintang," sahut Simeon, dengan nada sinis. "Bintang yang harus kita padamkan." Setiap kali mereka melihat Yusuf, senyumnya yang ceria dan perhatian ayah mereka padanya seolah menjadi jarum yang menusuk perasaan mereka.
"Kita tidak bisa membiarkannya terus seperti ini," kata Levi, suaranya bergetar. "Kita harus bertindak!" Ia menggerakkan tangannya, seolah menggambarkan tindakan yang harus mereka ambil.
"Tapi bagaimana?" tanya Judah, ragu. "Kita tidak bisa membunuhnya. Itu terlalu jauh." Suara keraguan Judah menciptakan momen hening, di mana setiap saudara merenungkan konsekuensi dari tindakan mereka.
"Kita bisa membunuhnya atau membuangnya ke tempat yang sangat jauh," usul Reuben, wajahnya menyiratkan ketegasan. "Biarkan dia merasakan kesepian yang kita rasakan." Kata-kata itu menggema di antara mereka, menciptakan ketegangan yang semakin meningkat. Mereka semua terdiam, merenungkan rencana itu. Suasana menjadi tegang, dan setiap detik terasa seperti satu jam.
"Kita harus melakukannya saat ayah tidak ada," kata Simeon, memecah keheningan. "Dia tidak akan pernah mengizinkan kita." Rencana itu semakin menguatkan tekad mereka, meskipun hati mereka bergetar dengan rasa bersalah.
Di tengah ketegangan, salah satu dari mereka, Judah, berkata, "Janganlah kalian membunuh Yusuf, tetapi masukkanlah ia ke dasar sumur supaya ia dipungut oleh beberapa orang musafir." Mendengar pendapat ini, mereka pun setuju. Rencana itu terasa lebih aman, dan mereka bisa mengalihkan perhatian ayah mereka.
"Kita harus membuat rencana yang sempurna," kata Reuben, menatap wajah saudara-saudaranya satu per satu. "Kita tidak bisa membiarkan ayah tahu. Jika dia tahu, kita akan menghadapi kemarahan yang tidak terbayangkan."
"Apa yang harus kita lakukan?" tanya Simeon, matanya berkilau dengan kecemasan. "Kita tidak bisa hanya membuangnya begitu saja."
"Kita bisa berpura-pura bahwa kita pergi berburu," usul Levi. "Kita bisa mengalihkan perhatian ayah dan membawanya ke tempat yang sepi."
"Dan setelah itu?" tanya Judah, skeptis. "Apa yang akan kita katakan kepada ayah?"
"Kita akan mengatakan bahwa kita tidak menemukan Yusuf," jawab Reuben, suaranya tegas. "Kita akan membuatnya percaya bahwa dia hilang."
Mereka semua saling berpandangan, dan dalam sekejap, keputusan telah diambil. Rencana itu terasa semakin nyata, dan meskipun ada keraguan di dalam hati mereka, rasa cemburu dan ketidakadilan telah menguasai pikiran mereka.
Referensi Ayat (Yusuf 12:7-10):
- Ayat 7. "Dan (ingatlah) ketika Yusuf berkata kepada ayahnya: 'Wahai ayahku, sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku.'"
- Ayat 8. "Saudara-saudara Yusuf berkata: 'Apakah kamu akan menjadikan Yusuf dan saudaranya lebih mulia daripada kita, padahal kita adalah satu kelompok yang kuat?'"
- Ayat 9. "Mereka berkata: 'Bunuhlah Yusuf atau buanglah dia ke suatu tempat yang jauh, agar perhatian ayahmu hanya tertuju kepadamu.'"
- Ayat 10. "Salah seorang di antara mereka berkata:
'Janganlah kamu membunuh Yusuf, tetapi buanglah dia ke dalam sumur, agar
dia tidak terlihat oleh kita.'"
Disclaimer: Novel ini dibuat dengan bantuan kecerdasan buatan (AI).
Posting Komentar untuk "Bab 2: Kecemburuan Saudara-saudara"
You are welcome to share your ideas with us in comments!