Ark 2: Yusuf Dibuang dan Dijual. Bab 3: Dibuang ke Sumur
Malam yang gelap menyelimuti desa tempat tinggal Nabi Ya'qub dan anak-anaknya. Bintang-bintang berkelip di langit, tetapi di dalam hati saudara-saudara Yusuf, ada kegelapan yang lebih dalam. Kecemburuan dan kebencian telah menguasai pikiran mereka, dan rencana jahat untuk menyingkirkan Yusuf semakin mendekati pelaksanaan. Dalam suasana yang mencekam ini, mereka bersiap untuk melaksanakan rencana mereka yang penuh tipu daya.
Tak lama kemudian, mereka pun mendatangi ayah mereka, Nabi Ya'qub, untuk meminta izin agar bisa mengajak pergi Yusuf. Dengan langkah yang mantap, Reuben, sebagai saudara tertua, memimpin langkah mereka. Ia tahu bahwa ini adalah momen penting, dan ia harus berbicara dengan hati-hati.
"Ayah, kami ingin membawa Yusuf bermain," kata Reuben, berusaha terdengar meyakinkan. Suaranya bergetar sedikit, tetapi ia berusaha menampilkan wajah yang penuh keyakinan. "Kami akan mengawasinya dengan sungguh-sungguh."
Nabi Ya'qub, yang sedang duduk di kursi kayu tua, menatap mereka dengan penuh perhatian. Wajahnya yang penuh keriput menunjukkan kebijaksanaan dan kasih sayang yang mendalam. "Aku khawatir akan keselamatan Yusuf," katanya, menatap mereka dengan penuh kekhawatiran. "Dia masih sangat muda dan rentan."
Reuben merasakan keraguan di mata ayahnya. Ia tahu bahwa Nabi Ya'qub sangat mencintai Yusuf, dan itu membuatnya semakin sulit untuk meyakinkan ayahnya. "Kami akan menjaga Yusuf, ayah. Kami berjanji," tambahnya, berusaha menekankan keseriusannya. "Kami hanya ingin bersenang-senang bersama."
Sementara itu, saudara-saudara yang lain saling berpandangan, berusaha menampilkan ekspresi yang meyakinkan. "Ya, ayah! Kami akan menjaga Yusuf seperti kami menjaga diri kami sendiri," kata Simeon, menambahkan nada dramatis pada suaranya. "Kami tidak akan membiarkan apa pun terjadi padanya."
Nabi Ya'qub menghela napas panjang, hatinya berkonflik antara keinginan untuk mempercayai anak-anaknya dan kekhawatiran yang mendalam. "Kau tahu, Yusuf adalah anak yang sangat berharga bagiku," katanya, suaranya lembut tetapi tegas. "Aku tidak ingin kehilangan dia."
"Ayah, kami berjanji akan kembali sebelum malam," Judah menambahkan, berusaha meyakinkan. "Kami hanya akan pergi ke padang, dan kami akan mengawasi Yusuf dengan baik."
Nabi Ya'qub menatap wajah anak-anaknya satu per satu, mencari tanda-tanda kejujuran. Dalam hatinya, ia merasakan ketidaknyamanan, tetapi ia juga tahu bahwa anak-anaknya sangat ingin bermain. "Baiklah," akhirnya ia berkata, suaranya penuh keraguan. "Kau boleh membawa Yusuf, tetapi ingatlah untuk menjaga keselamatannya."
Dengan izin dari ayah mereka, saudara-saudara Yusuf merasa seolah beban berat telah terangkat dari bahu mereka. Mereka saling berpandangan, senyuman penuh kemenangan menghiasi wajah mereka. Namun, di balik senyuman itu, ada rencana jahat yang telah mereka siapkan.
"Terima kasih, ayah," kata Reuben, berusaha menampilkan rasa syukur yang tulus. "Kami tidak akan mengecewakanmu."
Saat mereka meninggalkan ruangan, perasaan campur aduk menyelimuti hati Nabi Ya'qub. Ia merasa khawatir, tetapi juga tidak ingin menghalangi kebahagiaan anak-anaknya. "Semoga Allah menjaga Yusuf," bisiknya dalam hati, tanpa menyadari bahwa malam itu akan mengubah segalanya.
Ketika mereka berangkat, suasana di antara mereka terasa tegang. "Ingat, kita harus bersikap tenang," bisik Reuben, meskipun hatinya berdebar-debar. "Kita tidak boleh membiarkan ayah tahu." Suara hatinya bergetar, tetapi tekadnya untuk melindungi diri dari rasa cemburu yang menyakitkan lebih kuat.
Mereka mendekati tempat di mana Yusuf biasanya bermain, merencanakan untuk menariknya ke dalam jebakan mereka. Saat mereka menunggu, ketegangan semakin meningkat. Setiap detik terasa seperti satu jam, dan mereka saling berpandangan, merasakan campuran antara ketakutan dan harapan.
"Apa yang akan kita katakan padanya?" tanya Simeon, suaranya bergetar. "Dia pasti akan curiga."
"Kita hanya perlu bersikap biasa," jawab Judah, berusaha terdengar tenang. "Kita bilang kita ingin bermain bersama."
Ketika mereka melihat Yusuf mendekat, wajahnya bersinar penuh keceriaan. "Saudara-saudaraku!" teriak Yusuf, melambaikan tangan. "Apa yang kalian lakukan di sini?"
Mereka saling berpandangan, dan dalam sekejap, rencana mereka terungkap. "Kami hanya ingin bermain, Yusuf," kata Reuben, berusaha menyembunyikan ketegangan di suaranya. "Ayo, ikutlah kami."
Yusuf, yang tidak menyadari bahaya yang mengintai, mengikuti mereka dengan penuh rasa ingin tahu. "Ke mana kita akan pergi?" tanyanya, senyum ceria menghiasi wajahnya.
"Kami akan menunjukkan tempat yang menyenangkan," jawab Simeon, berusaha terdengar meyakinkan. "Tempat yang jauh lebih baik daripada di sini."
Saat mereka berjalan, Reuben merasakan beban di hatinya semakin berat. "Apa yang kita lakukan ini salah," bisiknya pada diri sendiri, tetapi suara hatinya teredam oleh rasa cemburu yang menggerogoti.
Mereka tiba di tepi sumur, dan saat melihat ke dalam kegelapan, ketegangan semakin meningkat. "Ayo, kita lakukan ini," kata Judah, suaranya tegas. "Tidak ada jalan kembali."
Yusuf yang ceria tidak menyadari apa yang akan terjadi. "Apa yang kalian rencanakan?" tanyanya, matanya berbinar penuh harapan. "Apakah kita akan bermain di sini?"
"Tentu saja," jawab Reuben, berusaha menahan rasa bersalah yang menggerogoti. "Tapi kita perlu memastikan semuanya aman."
Saat mereka bersiap untuk melaksanakan rencana mereka, suara hati Reuben bergetar. "Apa yang akan terjadi jika kita melakukannya?" Namun, rasa cemburu dan ketidakadilan telah menguasai pikiran mereka, dan keputusan telah diambil.
Yusuf, yang tidak menyadari bahaya yang mengintai, mengikuti mereka dengan penuh rasa ingin tahu. Saat mereka mendekati sumur, ketegangan semakin meningkat. "Apa yang kalian lakukan di sini?" tanya Yusuf, matanya penuh keheranan.
"Kami hanya ingin menunjukkan sesuatu," jawab Simeon, suaranya bergetar. "Lihatlah, ada sesuatu di dalam sumur."
Ketika Yusuf mendekat, mereka mendorongnya ke dalam sumur. Suara teriakan Yusuf menggema di malam yang sunyi, tetapi suara itu segera teredam oleh gelapnya sumur. Mereka berdiri di tepi, terengah-engah, merasakan campuran antara kemenangan dan rasa bersalah.
"Kita sudah melakukannya," kata Judah, suaranya penuh kepuasan. "Sekarang, kita bisa mendapatkan kembali kasih sayang ayah."
Namun, di dalam hati mereka, ada keraguan yang mulai tumbuh. Mereka tidak menyadari bahwa tindakan mereka akan membawa konsekuensi yang jauh lebih besar daripada yang mereka bayangkan.
Yusuf terjatuh ke dalam kegelapan, suara air yang mengalir di bawahnya seolah menjadi saksi bisu dari pengkhianatan yang baru saja terjadi. "Tolong! Apa yang kalian lakukan?" teriak Yusuf, tetapi suaranya hanya teredam oleh dinding sumur.
Setelah berhasil memasukkan Yusuf ke dalam sumur, saudara-saudaranya mengambil baju Yusuf dan melumurinya dengan darah kambing. "Ini akan menjadi bukti yang sempurna," kata Simeon, senyum jahat menghiasi wajahnya. Mereka semua setuju, merasakan kepuasan yang aneh atas rencana mereka.
Kemudian, mereka pulang ke rumah dan menemui Nabi Ya'qub untuk melapor kejadian palsu. Dengan wajah yang tampak sedih, mereka bersedih seraya menangis di hadapan ayah mereka. "Ayah, kami pergi mencari Yusuf, tetapi...," Judah terhenti, menahan air mata. "Yusuf dimangsa serigala!"
Mereka memperlihatkan baju Yusuf yang telah berlumuran darah sebagai bukti kepada ayahnya. "Lihat, ayah! Ini baju Yusuf!" teriak Reuben, berpura-pura berduka.
Sebenarnya, Nabi Ya'qub tidak percaya begitu saja terhadap pengakuan anak-anaknya. "Kalian pasti berbohong," katanya, menatap mereka dengan tatapan tajam. "Serigala tidak mungkin bisa mengalahkan Yusuf." Namun, Ya'qub AS hanya bisa berpasrah dan menyerahkan segala kepada Allah SWT, meskipun hatinya dipenuhi dengan rasa sakit dan kehilangan.
Referensi Ayat (Yusuf 12:11-15)
-
Ayat 11. "Mereka berkata: 'Wahai ayah kami, mengapa kamu tidak mempercayai kami tentang Yusuf, padahal kami adalah orang-orang yang baik?'"
- Keterangan: Saudara-saudara Yusuf berusaha meyakinkan ayah mereka bahwa mereka tidak memiliki niat jahat terhadap Yusuf.
-
Ayat 12. "Kirimlah dia bersama kami besok, agar dia dapat bersenang-senang dan bermain, dan sesungguhnya kami pasti akan menjaganya."
- Keterangan: Mereka berpura-pura ingin menjaga Yusuf saat mengajaknya pergi.
-
Ayat 13. "Nabi Ya'qub berkata: 'Sesungguhnya aku khawatir jika kamu membawanya pergi, serigala akan memakannya, sedangkan kamu tidak menyadarinya.'"
- Keterangan: Nabi Ya'qub menunjukkan kekhawatirannya terhadap keselamatan Yusuf.
-
Ayat 14. "Mereka berkata: 'Jika serigala memakannya, sedangkan kami adalah sekelompok yang kuat, maka sesungguhnya kami adalah orang-orang yang merugi.'"
- Keterangan: Mereka berusaha meyakinkan ayah mereka bahwa mereka akan menjaga Yusuf dengan baik.
-
Ayat 15. "Ketika mereka membawanya pergi dan sepakat untuk memasukkannya ke dalam sumur, Kami wahyukan kepada Yusuf: 'Sesungguhnya kamu akan memberitahukan kepada mereka tentang perbuatan mereka ini ketika mereka tidak menyadari.'"
- Keterangan: Allah memberitahu Yusuf bahwa suatu saat dia akan menghadapi saudara-saudaranya dan mengungkapkan kebenaran.
Posting Komentar untuk "Ark 2: Yusuf Dibuang dan Dijual. Bab 3: Dibuang ke Sumur"
You are welcome to share your ideas with us in comments!