Bab 8: Melindungi Desa

 


Fajar berdiri di tengah lapangan desa, merasakan angin sepoi-sepoi yang berhembus lembut. Hari itu, suasana desa tampak tenang, tetapi di dalam hatinya, ada gelombang kekhawatiran yang tak kunjung reda. Tanggung jawab baru yang diembannya sebagai pelindung desa bukanlah hal yang sepele. Ia tahu, ancaman dari makhluk-makhluk misterius yang pernah menyerang desa masih mengintai.

“Fajar, kamu yakin bisa melindungi kita?” tanya Rina, sahabatnya yang selalu setia mendukung. Ekspresi wajahnya mencerminkan kekhawatiran yang sama. Fajar mengangguk, meski dalam hati, ia meragukan kemampuannya. Namun, ia tidak bisa menunjukkan keraguan itu. “Tentu saja! Kita harus bersiap. Jika kita tidak berbuat apa-apa, siapa yang akan melindungi desa ini?” jawabnya dengan semangat, berusaha meyakinkan dirinya sendiri.

Persiapan untuk Ancaman yang lebih besar dimulai. Fajar mengumpulkan teman-temannya, Doni dan Rina, untuk merencanakan strategi. Mereka duduk melingkar di bawah pohon beringin yang besar, tempat yang sering mereka gunakan untuk bermain saat kecil. “Kita perlu melatih diri,” kata Fajar, “Kita tidak bisa hanya mengandalkan kekuatanku. Kita semua harus siap.”

Doni, yang selalu memiliki selera humor yang tinggi, menimpali, “Jadi, kita akan jadi superhero? Apakah kita juga bisa punya kostum?” Semua tertawa, dan suasana tegang sedikit mereda. Namun, Fajar tahu bahwa di balik tawa itu, ada keseriusan yang harus dihadapi.

Pelatihan Bersama dimulai dengan latihan seni bela diri. Fajar mengajarkan teknik dasar yang ia pelajari dari Raksaka. “Ingat, kuncinya adalah fokus dan ketepatan. Jangan hanya mengandalkan kekuatan fisik,” ujarnya sambil menunjukkan gerakan. Rina dan Doni berusaha menirukan gerakannya, meski terkadang terlihat konyol. “Doni, itu bukan cara untuk menendang! Kamu malah terlihat seperti sedang menari!” Fajar tertawa melihat Doni yang berusaha keras, tetapi gagal total.

Namun, di balik tawa dan canda, Fajar merasakan beban tanggung jawab yang semakin berat. Ia harus memastikan bahwa teman-temannya tidak hanya siap secara fisik, tetapi juga mental. “Kita harus saling mendukung. Jika salah satu dari kita jatuh, yang lain harus siap untuk mengangkatnya,” Fajar menekankan pentingnya kerja sama.

Sebagai contoh, saat mereka berlatih, Rina mengalami kesulitan dalam menguasai teknik tertentu. Fajar tidak segan-segan untuk membantu, “Coba lagi, Rina. Ingat, setiap kesalahan adalah pelajaran. Kita semua pernah berada di posisi itu.” Dengan bimbingan dan dorongan, Rina akhirnya berhasil melakukan gerakan dengan baik. Senyumnya merekah, dan Fajar merasa bangga melihat kemajuan temannya.

Di sisi lain, Fajar juga merasakan tekanan dari keluarganya. Mereka mulai khawatir dengan perubahan yang terjadi padanya. “Fajar, kamu tidak perlu melakukan ini sendirian. Kami bisa membantu,” kata ibunya dengan nada lembut. Fajar mengangguk, tetapi ia tahu bahwa ini adalah jalannya. Ia harus melindungi desa, tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk orang-orang yang dicintainya.

Pelatihan intensif ini berlangsung selama beberapa minggu. Fajar dan teman-temannya berlatih setiap hari, mengasah keterampilan dan membangun kepercayaan diri. Mereka belajar untuk saling mengandalkan, dan Fajar mulai merasakan ikatan yang lebih kuat dengan mereka. “Kita adalah tim,” katanya, “dan kita akan melindungi desa ini bersama-sama.”

Namun, di balik semua latihan dan persiapan, Fajar tidak bisa mengabaikan rasa takut yang menggerogoti hatinya. Apa yang akan terjadi jika mereka gagal? Apa yang akan terjadi jika makhluk-makhluk itu kembali? Pertanyaan-pertanyaan ini terus menghantuinya, tetapi ia berusaha untuk tidak membiarkannya menguasai pikirannya.

Dengan semangat yang membara, Fajar bertekad untuk menjadi pelindung yang layak. Ia tahu bahwa perjalanan ini tidak akan mudah, tetapi dengan dukungan teman-temannya dan kekuatan Raksaka di sisinya, ia merasa sedikit lebih percaya diri. “Kita akan menghadapi apa pun yang datang. Bersama-sama,” ujarnya, menatap mata Rina dan Doni dengan keyakinan.

Hari-hari berlalu, dan Fajar semakin siap untuk menghadapi tantangan yang akan datang. Ia belajar bahwa melindungi desa bukan hanya tentang kekuatan fisik, tetapi juga tentang keberanian, persahabatan, dan cinta. Dengan tekad yang kuat, Fajar melangkah maju, siap untuk menghadapi apa pun yang menanti di depan.

.

Hajriah Fajar is a multi-talented Indonesian artist, writer, and content creator. Born in December 1987, she grew up in a village in Bogor Regency, where she developed a deep appreciation for the arts. Her unconventional journey includes working as a professional parking attendant before pursuing higher education. Fajar holds a Bachelor's degree in Computer Science from Nusamandiri University, demonstrating her ability to excel in both creative and technical fields. She is currently working as an IT professional at a private hospital in Jakarta while actively sharing her thoughts, artwork, and experiences on various social media platforms.

Thank you for stopping by! If you enjoy the content and would like to show your support, how about treating me to a cup of coffee? �� It’s a small gesture that helps keep me motivated to continue creating awesome content. No pressure, but your coffee would definitely make my day a little brighter. ☕️ Buy Me Coffee

Posting Komentar untuk "Bab 8: Melindungi Desa"