Pendakian Gunung dalam Era Digital: Antara Minat yang Tinggi dan Tantangan Pelestarian Lingkungan

Animo masyarakat untuk mendaki gunung masih tinggi, meskipun kita sedang menghadapi pandemi. Hingga 31 Juli 2021, kuota pendaki Gunung Semeru sudah penuh, dengan batasan 30% atau sekitar 180 orang per hari sesuai peraturan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, yang dapat disesuaikan berdasarkan pemantauan lapangan.

Meskipun minat mendaki gunung tetap tinggi, motivasi di balik aktivitas ini telah mengalami pergeseran. Awalnya, orang mendaki untuk melepas penat, menikmati alam, mencoba hal baru, atau karena hobi. Namun, di era digital saat ini, motivasi ini juga ditambah dengan keinginan untuk berbagi konten media sosial yang menarik. Ini adalah hal yang wajar selama tetap mematuhi aturan keselamatan, regulasi, dan norma sosial.

Pendakian gunung adalah aktivitas berisiko tinggi, jadi keselamatan fisik, peralatan, dan pengetahuan sangat penting. Sejak 2013, tercatat 68 kasus kematian terkait pendakian gunung, menunjukkan pentingnya keselamatan dalam aktivitas ini.

Perilaku selama pendakian juga perlu diperhatikan, termasuk masalah sampah dan pelestarian alam. Terkadang, sampah yang ditinggalkan oleh pendaki bisa mencapai lebih dari satu ton, seperti yang terjadi di Gunung Gede Pangrango pada Maret 2020. Selain itu, ada juga kasus merusak alam, seperti pemetikan bunga edelweis yang dilindungi di Gunung Bromo.

Untuk meningkatkan kesadaran dan pelestarian alam dalam pendakian gunung, diperlukan tindakan konkret. Pertama, kita perlu mendukung perlindungan satwa, tumbuhan, dan area yang terlibat dalam aktivitas pendakian. Kedua, lembaga pengelola sumber daya alam perlu diperkuat untuk mengawasi aktivitas pendakian. Ketiga, pendakian harus disertai dengan interpretasi dan etika, sehingga pendaki mendapatkan pemahaman yang lebih dalam tentang lingkungan. Keempat, pendakian gunung harus memberikan alternatif nafkah kepada masyarakat lokal.

Pendakian gunung adalah aktivitas yang dapat memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat lokal, tetapi upaya ini harus melibatkan semua pihak, termasuk para pendaki, dalam pelestarian lingkungan. Pendaki yang memiliki kompetensi dalam analisis vegetasi, pengamatan tumbuhan dan satwa, atau kajian sosial-ekonomi dan budaya dapat berkontribusi positif dalam upaya pelestarian kawasan tersebut. Informasi ini dapat menjadi landasan untuk menjaga kelestarian kawasan pendakian gunung.

Posting Komentar untuk "Pendakian Gunung dalam Era Digital: Antara Minat yang Tinggi dan Tantangan Pelestarian Lingkungan"