Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sisi gelap hidup di Bali berdasarkan pengalaman pribadi

Saya tidak bermaksud untuk menjelekkan atau menggeneralisir, karena hal ini bisa terjadi di mana saja dan kepada siapa saja.

Setelah tinggal di Bali selama beberapa waktu, saya mengalami beberapa hal yang mengecewakan dan membuat saya melihat sisi gelap dari kehidupan di Bali. Salah satu masalah yang saya temui adalah diskriminasi. Saya sering diperlakukan dengan tidak baik oleh beberapa orang yang meremehkan saya karena beragama Islam dan mengenakan jilbab. Saya pernah ditolak pekerjaan karena saya menolak untuk melepas jilbab saya saat bekerja.

Saya juga mengalami beberapa insiden yang mengejutkan selama saya dan suami saya tinggal di Bali. Suami saya pernah makan makanan yang diklaim halal di sebuah restoran, namun setelah beberapa saat ia menemukan bahwa makanan tersebut tidak halal. Selain itu, ketika suami saya bekerja di desa terpencil di Bali, ia sering melihat hal-hal yang tidak dapat dijelaskan yang menakutkan dan mengganggu.

Saya juga pernah mengalami beberapa situasi yang tidak menyenangkan saat bekerja. Ada teman kerja yang mengintai saya saat saya sedang beribadah sholat, dan saya merasa sangat tidak nyaman dengan situasi tersebut.

Selain itu, saya sering melihat banyak anjing liar berkeliaran di jalan-jalan Bali. Meskipun saya tidak membenci anjing, banyak anjing yang terlihat sangat menyedihkan, dengan luka-luka dan cacat yang parah. Saya juga merasa khawatir tentang kemungkinan adanya anjing yang membawa rabies.

Saat mencari tempat beribadah, saya dan teman-teman saya kesulitan menemukan masjid atau gereja di beberapa tempat, terutama di desa-desa terpencil di Bali. Pendatang sering menjadi sasaran kesalahan ketika terjadi masalah di Bali, meskipun sebenarnya banyak hal yang terjadi melibatkan penduduk lokal.

Akhirnya, saya juga melihat bahwa banyak toko, kafe, hotel, dan restoran di Bali yang dimiliki dan dikelola oleh orang asing, sehingga membuat saya merasa bahwa Bali tidak lagi terasa asli. Namun, saya sadar bahwa ini hanya pandangan saya dan mungkin tidak selalu benar untuk semua orang.

Semua pengalaman di atas membuat saya melihat sisi gelap dari kehidupan di Bali. Namun, saya masih menghargai keindahan dan budaya yang ada di Bali dan berharap bahwa perubahan yang positif akan terjadi di masa depan.

Sekali lagi, ini hanya pengalaman pribadi saya. Saya tidak bermaksud untuk menggeneralisir atau menjelekkan Bali. Saya hanya ingin berbagi perspektif saya mengenai sisi gelap hidup di Bali.

Sumber : id.quora.com

Hajriah Fajar Hajriah Fajar (lahir pada bulan Desember 1987) adalah seorang seniman, penulis, dan kreator konten asal Indonesia. Ia lahir dan dibesarkan di sebuah kampung di Kabupaten Bogor. Sebelum terjun ke dunia seni dan tulis-menulis, Fajar pernah bekerja sebagai tukang parkir profesional di beberapa tempat, antara lain Gedung Hijau Arkadia, Plaza Senayan, dan Kafe Lacodefin Kemang. Setelah lulus dari Sekolah Menengah Atas, Fajar melanjutkan pendidikannya di Universitas Nusamandiri, di mana ia memperoleh gelar S1 Komputer Program Dual Degree pada tahun 2019. Setelah lulus, ia bekerja di berbagai perusahaan teknologi dan IT, dan saat ini bekerja di salah satu rumah sakit swasta di Jakarta sebagai IT. Selain bekerja di dunia IT, Fajar juga aktif di media sosial seperti Instagram, Twitter, dan Facebook, di mana ia sering membagikan pemikiran, karya seni, serta konten-konten menarik lainnya. Ia juga menulis di blog pribadinya di hajriahfajar.com dan membuat konten video di kanal YouTube bernama Hajriah Fajar.Fajar diakui sebagai salah satu sosok yang inspiratif dan memotivasi banyak orang untuk berkreasi dan berinovasi dalam bidang seni dan teknologi.

Posting Komentar untuk "Sisi gelap hidup di Bali berdasarkan pengalaman pribadi "