Prau, September 2018

Napak Tilas Gunung Prau 28-30 Sept 2018
Berbicara mengenai pegunungan di jawa tengah, pasti gunung yang satu ini selalu menjadi bahan pembicaraan yang renyah, dan memang benar dengan jarak tempuh pendakian yang tidak terlalu jauh, gunung ini memberikan panorama indah luar biasa, memanjakan mata memberikan alasan logis bagi siapapun agar kembali ke gunung ini. Itupun dialami oleh seorang teman dimana karena keinginannya pun ikut meracuni niat saya yang pada awalnya berniat nanjak Gn. Gede hingga batal dan  mengikuti maunya ikut merasakan dinginnya udara dieng di atas gunung ini. 

"Pengalaman luarbiasa hingga tak mampu membendung hasrat lama nan terpendam, mengoyak segala keyakinan, juga komitmen demi hati tak bertuan. Kini mencoba meneguhkan kembali apa yang terpencar walau menghancurkan semua asa, agar hati tidak lagi mencoba tuk mendua,  walau harus meleburkan dia yang tak bertuan, hilang hanyut kembali dalam angan atau menguap dan menyatu dengan alam, biarlah kuhirup dia, kurasakan hangatnya dalam dingin puncak dieng saat itu. yah itu pilihan, dapatkan atau tinggalkan namun jangan Mati (Diam) diantaranya. --Dariku yang tidak boleh lagi memiliki si hati tak bertuan."

Pergi ke gunung ini, untuk saya boleh dibilang banyak sangat ujiannya, dari sang istri yang tidak mengizinkan hingga harus dirawat dengan diagnosa gejala DBD. Begini ceritanya, satu minggu sebelum tanggal yang ditentukan untuk nanjak gunung prau ini saya mendadak sakit dan harus dirawat dengan diagnosa gejala demam berdarah, awalnya dirawat seperti ini sudah biasa dan seringnya paling lama hanya 3 hari. Masuk rawat minggu, malam senin di Rumah Sakit Islam Jakarta Sukapura, sementara hari keberangkatan itu Jumat sore. Hari pertama, dokter yang merawat bilangnya sih "kalah sama nyamuk" hari kedua masih meringkuk di kamar rawat, hari ketiga berharap bisa pulang karena trombosit sudah mulai nanjak, namun ternyata di hari ketiga ini, tepatnya hari rabu sore trombositku malah terjun bebas, semakin pesimis saja untuk mewujudkan rencana nanjak gunung prau ini. Akhirnya sampai di hari ke empat, kamis sore, perawat masuk dan mengabarkan bahwasanya sudah boleh pulang. Alhamdulillah, mungkin sudah takdirnya bisa nanjak juga. Akan tetapi ada hal lain, sang istri langsung cemberut sesaat setelah si perawat ngasih kabar bisa pulang, karena dia tahu, pasti suaminya maksain banget untuk nanjak. Namun semuanya bisa di usahakan juga dibicarakan tentunya diikuti dengan doa serta tekat yang kuat. 

Tibalah di esok harinya, hari keberangkatan. Sesuai rencana, meeting point kami tentukan di Terminal Pulo Gebang, berangkat setelah sholat jum'at dari bogor, dan jadi peserta pertama yang sampai, disusul beberapa teman lama beserta temennya teman lama disusul temen baru yang membawa temen baru namun temen baru yang pertama tidak jadi ikut, jadilah temen baru yang paling baru yang ikut. (Tenang bukan hanya anda yang kesulitan mengartikan tulisan di atas). 

Keberangkatan kami rencanakan pkl. 17.00 WIB dengan bus Sinar jaya, namun harus ngaret sikit hingga beli tiket keberangkatan pkl. 18.30 WIB. Alasannya sih sepele, karena sipujaan hati tidak bisa sampai tepat waktu, hadeuh... 

Singkat cerita, tibalah kami di Terminal Wonosobo, lanjut naik Bis kecil ke Basecamp Dieng, karena waktu masih terlalu pagi, dan jika langsung nanjak, di puncak pun tidak ada kegiatan, di khawatirkan akan cepat bosan, kami memutuskan untuk keliling telaga warna setelah sebelumnya menitipkan perlengkapan serta logistik di basecamp. 
Napak Tilas Gunung Prau 28-30 Sept 2018

Pulang dari Telaga Warna ini, rasanya sudah seperti turun gunung saja, mengingat untuk sampai ke telaga ini kami jalan kaki, ternyata oh ternyata jaraknya lumayan.

Sore harinya sekitar pukul 14.30 WIB, kami mulai menapaki jalur pendakian, berangkat ber 7, tiga laki-laki dan empat perempuan. Dua teman laki-laki, saya minta untuk jalan didepan, mengingat bawaan mereka diantaranya ialah tenda, jadi saya fikir duluan tidak apa-apa, agar sesampainya di puncak mereka bisa mencari tempat nyaman lalu langsung mendirikan tenda di area camping ground, sementara saya membawa logistik jalan di belakang bersama empat temen perempuan lainnya. Bukan tanpa alasan kenapa saya memilih jalan dibelakang bersama perempuan, seperti diceritakan sebelumnya bahwasanya keberangkatan saya ini dilakukan tepat setelah pulang rawat, sehingga tak mungkin rasanya memaksakan diri untuk jalan cepat, ditambah ada beberapa perempuan yang baru pertama nanjak jadinya saya sedikit khawatir jika harus jalan cepat, terakhir ya saya pengen saja nanjak bareng anak perempuan, kan jarang-jarang. 
Napak Tilas Gunung Prau 28-30 Sept 2018

Sampai Dipuncak.
Setelah perjuangan yang sedikit ngeselin, karena lutut kaki kiri tiba-tiba sakit, akhirnya tibalah kami di puncak, dan tahu apa yang kami lakukan,...

photo-photo,.. hoalah..

Sementara kami mengambil gambar, salah satu dari kami, perempuan, pergi mencari dua orang yang sedari tadi jalan didepan, ternyata camp ground gunung Prau ini lumayan lega, luas. Terlihat dia naik turun bukit mencari tenda kami, bertanya dari satu rombongan ke rombongan lain mengenai dua teman nya. Namun nampaknya tidak mendapatkan hasil, hingga kami mulai bosan ambil gambar lalu mengikutinya mencari.

Hawa sudah mulai dingin, dan mentari sudah mulai menghilang, namun kami belum juga bertemu dengan dua orang tadi, sementara si perempuan pun sepertinya sudah tidak kelihatan, apakah dia sudah nyaman didalam tenda bertemu dengan teman kami atau kah masih mencari, menghubunginya pun sepertinya tidak mungkin karena Iphone miliknya berada ditanganku, kami gunakan untuk mengambil gambar tadi, hari mulai gelap hawa makin dingin, fikiran pun mulai ngelantur, apakah bisa menemukan tenda kami atau tidak. Lalu terlihat di kejauhan si perempuan tadi, rupanya dia kembali, barangkali mau menunjukan jalan atau membantu membawakan barang, itu harap ku. Namun kok sepertinya dia masih menggendong carir miliknya, datang dengan tergesa-gesa sambil melambaikan tangan, kian dekat lalu berkata "gw capekk, nggak ketemu" sontak kami tertawa mendengar nada bicaranya yang memang terlihat diwajahnya seperti kecapean.
Napak Tilas Gunung Prau 28-30 Sept 2018

Warna langit sudah mulai kelabu, tanda telah memanggil malam yang tak lama lagi akan datang, namun kami masih mencari keberadaan dua orang yang mendirikan tenda entah dimana. Kulihat mereka, perempuan di belakangku mulai kelelahan dengan wajah pucat, kekawatiran mulai nampak, tidak jauh beda dengan asaku saat itu, sementara dia perempuan itu kembali naik turun bukit mencari dan bertanya mengenai keberadaan teman kami yang sampai kini tidak diketahui, sementara saya meminta mereka, perempuan di belakangku untuk istirahat, lalu kembali berjalan didepan, mencari semak-semak, karena sudah tidak tahan sedari tadi ingin buang air kecil, dan kembali mencari tenda kami. jalan bareng perempuan memang ada enaknya, karena tidak habis bahan obrolan, apa lagi jika cerewet, namun susahnya jika ingin buang air kecil, mana mungkin mereka suruh jagain sementara kita kencing. 

Belum selesai buang air kecil, si dia, perempuan berteriak memanggil-manggil nama dua orang yang kami cari, sepertinya dia sudah mulai putus asa, lelah bertanya dan tidak ada jalan lain selain teriak. dan cara itu berhasil, tak jauh dari tempat ku merapihkan resleting celana, terdengar sautan suara mereka, ternyata tidak jauh dari tempatku, berada di lembah antara bukit.
Alhamdulillah senang bukan kepalang, saat berada diantara putus asa dan harapan, tekatlah yang memutuskan. 
Dari perjalanan mencari dua orang ini, diri sudah mau mengambil keputusan untuk gabung dengan pendaki lain, sekedar mencari tempat berlindung dari dinginnya malam gunung prau, apa lagi membawa empat orang perempuan, syukurlah akhirnya bertemu dengan mereka juga, niat itupun urungkan.

Napak Tilas Gunung Prau 28-30 Sept 2018

Ini adalah kali pertama saya ke gunung prau, setelah beberapa tahun sebelumnya saya gagal nanjak bersama teman EXPENA. Akhir tahun ini saya pastikan ikut, walau satu hari sebelum keberangkatan saya masih diruang rawat inap, karena gastritis kumat. Istri dirumah sempat melarang, wajar sih karena kamis sore saya di perbolehkan pulang ke rumah dari rawat inap, jum'atnya memaksakan diri untuk nanjak.
di photo ini saya kebanyakan duduk tidak show up bahkan saat pagi menjelang saya tidak memburu sunrise, mengingat bada masih terasa lemas.


Klik Disini Untuk Album Lain nya
Hajriah Fajar is a multi-talented Indonesian artist, writer, and content creator. Born in December 1987, she grew up in a village in Bogor Regency, where she developed a deep appreciation for the arts. Her unconventional journey includes working as a professional parking attendant before pursuing higher education. Fajar holds a Bachelor's degree in Computer Science from Nusamandiri University, demonstrating her ability to excel in both creative and technical fields. She is currently working as an IT professional at a private hospital in Jakarta while actively sharing her thoughts, artwork, and experiences on various social media platforms.

Thank you for stopping by! If you enjoy the content and would like to show your support, how about treating me to a cup of coffee? �� It’s a small gesture that helps keep me motivated to continue creating awesome content. No pressure, but your coffee would definitely make my day a little brighter. ☕️ Buy Me Coffee

Posting Komentar untuk "Prau, September 2018"