Lombok Experience, Mount Rinjani 3726 MDPL


Menjajaki, Berjalan dan Belajar di jalur pendakian merupakan harapan semua pendaki.  khususnya bila berkesempatan mendaki salah satu seven summit indonesia, dalam hal ini kita akan beralih ke pulau lombok, propinsi Nusa Tenggara Barat. Gunung yang terkenal dengan Danau Segara Anaknya ini mempunyai  dua jalur normal  yaitu dari Sembalun dan Senaru, namun disini kita hanya akan membahas jalur dari sembalun saja karena rute ini banyak dipilih pendaki, bukan tanpa alasan memang, sebab pemandangan rute ini sangat indah dengan padang savana nya yang menguning serta jalur berliku di punggungan gunung namun tidak terlalu curam, hanya saja memang terik panas matahari akan sangat terasa di daerah padang savana nya. itu sekilas pengalaman yang tak terlupakan dari pendakian MT. Rinjani  Agustus 2017 kemarin. Berikut Kisah lengkapnya.

Persiapan
Sama halnya dengan tiap perjalananan pendakian, atau sekedar travel pasti membutuhkan yang namanya persiapan, dari perencanaan keberangkatan, pencarian informasi hingga mencari barengan. Mengingat beberapa teman sudah pernah kesana sehingga mau merayu seperti apapun akan sangat susah untuk meluluhkanya, akan tetapi syukurlah dari jakarta saya mendapatkan teman barengan, perkenalkan seorang pria tampan bermata hijau Ade Darmawan, akhirnya. jika boleh jujur persiapan untuk perjalanan ini  dimulai dari tiga bulan sebelumnya, di awali dengan booking tiket serta pencarian informasi. Selain itu disamping kesiapan mental, waktu, juga yang paling utama membutuhkan budget yang tidak sedikit.

Lalu muncul sebuah pertanyaan
"Mengapa tidak ikut open trip saja kalau sendirian?"

Ikut dalam sebuah open trip memang menggiurkan, karena beban yang kita bawa akan lebih ringan dan selama perjalanan pun akan mendapat pelayanan. Tapi setelah punya pengalaman tidak meng-Enakan ikut open trip, dalam hal ini mengenai manajemen waktu yang kurang baik, jadi saya urungkan niat itu. Ini subjektif sekali memang, padahal banyak sekali open trip yang cukup menarik dan berkomitmen. Finally kembali lagi pada rencana awal untuk jalan tanpa open trip, terlebih lagi , nilai plusnya kami dapat menekan budget dalam perjalanan.
Seiring berjalannya waktu informasi yang kami dapatkan semakin banyak terutama dari beberapa teman yang pernah kesana, karna kami hanya berdua maka disarankan untuk memakai jasa guide kenalan mereka, bang Danil namanya. Berikutnya setelah berbincang-bincang via Smartphone, akhirnya beliau bisa mengantarkan pada tanggal yang kami mau, yaitu pertengahan Agustus.  Lalu untuk memastikan, seminggu sebelum keberangkatan saya kembali konfirmasi lagi ke beliau dan jawabannya masih sama, ok masalah selesai, itu  yang awalnya ada di benak kami. Akan tetapi,  pada dua hari sebelum keberangkatan, kontak bang Danil tidak bisa dihubungi, sehingga kami akhirnya mencari barengan melalui media sosial dalam hal ini Instagram yang lagi-lagi dibantu salah seorang teman. nasib baik pun kembali menghampiri kami, ada pesan lewat IG untuk bergabung nanjak bareng dengan mereka, terlebih untuk sharecost mobil rental dari bandara ke Sembalun agar lebih hemat, mantab.

Keberangkatan
Rabu, 16 agustus 2017-berangkat dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta saya dan Ade simata hijau mengambil penerbangan terakhir ke Lombok pada pukul 20.00 WIB. Perjalanan ini hanya memakan waktu 2 jam dan sampai di Bandara Internasional Lombok pada pukul 23.00 WITA. 
Bandara Internasional Lombok
Bertemu dengan Ichal (Jakarta), Andri (Jogja), Hana (Bandung) yang sudah menyewa mobil untuk mengantar kami ke Sembalun. Perjalanan ke Sembalun malam itu menghabiskan waktu sekitar 3 jam dan tak lupa kita juga mampir ke minimarket untuk membeli perbekalan yang masih kurang, karena memang sudah tidak ada lagi pasar tradisional yang buka pada malam itu. 
Satu hal yang paling berkesan di Bandara Internasional Lombok ini ialah para pedagang nasi bungkusnya, tolong garis bawahi kata Nasi Bungkus nya, nasi rames dengan ayam goreng atau ikan teri di padu srudeng kelapa plus sambel khas lombok nya itu, menggigit dilidah, membicarakannya saja sudah serasa ada dimulut, pokoknya maknyuss.

Sembalun
Seperti di ceritakan sebelumnya kami tiba di Sembalun pukul. 23.00 WITA, bisa dikatakan sudah larut malam ditambah suasana desa  yang sangat dingin, menggiring kami untuk segera membuka kantong tidur, rumah salah satu porter Gunung Rinjani pun menjadi sasaran akomodasi kami, singkatnya kami terlelap.

Kamis, 17 Agustus 2017- Selamat pagi, selamat ulang tahun Indonesia tercinta!
Desa Sembalun adalah gerbang pendakian yang sangat terkenal untuk pendakian Gunung Rinjani. Pagi di Sembalun kita dapat melihat sebuah suasana desa yang dikelilingi oleh gundukan perbukitan dengan view termegahnya yakni Gunung Rinjani.

Setelah menang bertarung dengan hawa dingin pagi akhirnya saya bangun dan langsung mencari toilet. Tapi ternyata pengairan disini tidak begitu bagus. Jadi kami disarankan pemilik rumah untuk menumpang bersih-bersih di mushola sekitar. Nah setelah selesai bersih-bersih, repacking, dan sarapan, kami siap berangkat untuk menjelajah pesona Rinjani. Sementara kami repacking, Ichal  dan Ade simata hijau mengambil tugas untuk mengurus Simaksi, sehingga saya tidak dapat bercerita banyak untuk pengurusan Simaksinya. Namun setiap orang dibebankan biaya sekitar Rp. 30.000 untuk masuk.
Perlu diketahui dari sembalun ini terdapat dua opsi pendakian,  pertama adalah dengan jalur yang akan melewati gerbang pendakian dan yang kedua adalah memotong jalur lewat Bawak Nao. Tentu saja kami memilih opsi yang kedua karena dapat menghemat waktu 2 – 3 jam dan sebagai kompensasinya kita harus menyewa mobil pickup dengan harga Rp 150.000 untuk sekali angkut sampai ke Bawak Nao.

Perjalanan ke Bawak Nao

Perjalanan dimulai
Perjalanan dimulai dari sini, dari Bawak Nao. Suasana awal pendakian adalah padang-padang savana sampai pos 3, dengan terik matahari yang lumayan membakar kulit di sepanjang jalur. hal yang lumrah memang, mengingat bulan Agustus masih masuk  musim kemarau sehingga belum ada turun hujan. Jadi sangat disarankan sekali untuk membawa topi dan kacamata hitam jika tidak ingin mata anda terkena terkena iritasi, lalu ditambah setiap pijakan dari pendaki di depan kami membuat  debu-debu halus beterbangan, bahkan sering tidak terasa kalau ternyata lubang hidung sudah berwarna kehitaman dipenuhi debu-debu yang menumpuk.


Medan yang dilewati hari pertama pendakian lumayan landai, hanya saja sembalun mempunyai trek yang panjang.  Air bisa di dapatkan di pos 2 dengan mengandalkan tetesan air dari sela semak-semak dibawah jembatan.  Jadi jangan heran, proses pengambilan air akan lama dan mengantri. Selain itu di pos 2 juga terdapat sebuah shelter kecil berukuran 2×2 meter yang dapat digunakan untuk sholat.


Namun bagi yang tidak ingin mengantri untuk mendapatkan air, di pos-pos pendakian ini akan selalu ada penjual yang akan menawarkan berbagai minuman, makanan ringan dan buah-buahan. Dari pos 2 ini, pemandangan yang didapat cukup untuk menyegarkan mata yakni puncak rinjani, serta gundukan dari 7 bukit penyesalan di kejauhan. Tak sedikit para pendaki yang membuka tenda untuk bermalam  disini pada hari pertama. Tapi target kami adalah pos 3 sehingga ketika dirasa cukup beristirahat, kami pun lanjutkan perjalanan.

Tepat sebelum masuk waktu Magrib kami tiba di pos 3, yang ternyata sudah ramai dengan tenda para pendaki lain. Bahkan kami sempat berebut lapak, bukan berebut dalam arti yang kasar namun karena tanah kosong yang aman dari angin sudah agak sempit jadi kami membuka tenda berhimpitan dengan tenda dari kelompok lain di sebelah yang nantinya akan menjadi teman perjalanan saat turun. Tidak ada yang tahu tentang rencana Yang Maha Berkehendak.

Lelah memang mengalahkan segalanya, walau sempat agak kesal karena memang lahan untuk membuka tenda di pos 3 ini agak sempit, terlebih dengan banyaknya pendaki yang naik pada tanggal itu. Setelah semuanya siap, kami langsung memasak makanan cepat saji kemudian  bersiap untuk beristirahat.

Jumat, 18 Agustus 2017-Pagi menyapa kami dengan hawa yang sangat dingin. Mengingat yang akan kami hadapi adalah 7 bukit penyesalan, maka kami memutuskan untuk memasak makanan yang bergizi. Cerita mereka yang sudah pernah melewatinya, Tujuh Bukit Penyesalan ini dapat diibaratkan seperti gundukan bukit-bukit gunung Merbabu, tapi ada 7. Yassalam, membayangkannya saja menurut saya sudah sangat melelahkan.


Start jam 8 pagi masih dengan hawa dinginnya, diiringi mentari pagi yang lumayan hangat sedikit mengurangi rasa dingin mengiringi cerita debu Sembalun yang masih berlanjut. Bukit satu ke bukit lainnya kami lewati. Benar kata mereka, semua peluh seakan keluar dalam trek ini. Bukit penyesalan bagi saya mengajarkan bahwa manusia sama sekali tidak pantas untuk sombong. Semua orang punya tingkatan dan masih ada langit diatas langit. Aduh, saya ngelantur ^.^.

Akhirnya misi melewati 7 bukit penyesalan selesai. Kami sampai di Plawangan Sembalun pada sore hari dengan disambut kabut tebal dan angin yang lumayan kencang, kamipun segera mencari lapak untuk bermalam.

Plawangan sembalun adalah tempat bermalam bagi mereka yang ingin menuju ke puncak Gunung Rinjani. Berbentuk punggungan yang sangat panjang sehingga lokasi ini sangat strategis untuk mendirikan tenda. Karena pemandangan jalur ke puncak dengan berbagai lekukan-lekukannya dan danau segara anak pun terlihat mengintip dari sini. Paduan senja di tempat ini adalah hal yang luar biasa, walaupun matahari agak malu-malu tapi lautan awan yang berjalan dari trek jalur Torean menuju danau Segara Anak begitu mengagumkan. Alhamdulillah, kelelahan dan hawa dingin Plawangan Sembalun seperti terlupakan dari pada meninggalkan pertunjukan senja.

Summit
Pendakian ke puncak masih panjang kami tidur lebih cepat, tapi ternyata ada beberapa pendaki yang rela menyiapkan bekal untuk summit attack besok dini hari. Dan malam di Plawangan Sembalun larut.

Pemandangan dari Plawangan Sembalun
Sabtu, 19 Agustus 2017- Informasi yang saya terima untuk mencapai puncak masih harus berjalan sekitar 6 jam lagi dengan trek pasir seperti Gunung Semeru. Hal ini membuat saya sedikit kalah mental karena saya pribadi tidak begitu suka dengan trek seperti ini. Tapi Puncak Rinjani selalu mengalahkan segalanya.

Pukul 01.00 dini hari yang kami jadwalkan ternyata meleset jauh, karenanya kami memulai perjalanan ke puncak pada pukul 03.00 tentunya sudah dikategorikan “kesiangan”. perjalanan summit ini dimulai setelah sempat mengisi perut dan menyiapkan berbagai perbekalan seperti headlamp, gaiter, trekking pole dan perbekalan logistik. Sekitar satu jam berjalan kita baru lepas dari batas vegetasi dan memulai trek pasir yang sangat mengesankan. Menurut saya, setiap pendakian punya cerita dan saya pun tidak berhak membanding-bandingkan trek Rinjani yang konon mirip dengan trek Semeru. Tapi memang walaupun sama-sama kerikil pasir, trek Rinjani punya atmosfir yang berbeda.


Waktu subuh masuk ketika kami berada di jalur yang lumayan landai walaupun dalam trek berkerikil pasir. Setelah sholat subuh dan sedikit menyantap perbekalan, kami memulainya sedikit demi sedikit. Trek seperti ini benar-benar menjadikan jalur terasa lebih melelahkan apalagi ketika mentari pagi sudah mulai naik. Pada pukul 7.00 WITA, kami baru sampai pada pertengahan “latter M” dan kembali melanjutkan langkah-langkah sambil terengah. Bahkan sebagian dari kami berpikir bahwa puncak mungkin hanya sebatas impian. Tak sedikit kami temui pendaki yang turun kembali ataupun tidur pada jalur yang tertutup tebing bebatuan. Sedikit demi sedikit kami bisa melihat Gunung Baru Jari dari kejauhan, hal ini juga menjadi spirit agar kami dapat mencapai puncak lebih cepat.

Sebelum pukul 9.00 dengan segala kerendahan hati yang kalah dengan jalur yang melelahkan, kami akhirnya mencapai puncak. Alhamdulillah. Ini adalah puncak gunung kedua yang membuat saya langsung terisak dalam haru sujud syukur. Selalu ada rasa syukur yang teramat ketika saya dapat mencapai sebuah tempat yang sudah saya impi-impikan. Pengalaman spiritual juga bertambah ketika sekali lagi dapat melihat kebesaran Allah yang Maha Indah.

Walaupun sudah tergolong siang tetapi masih banyak kelompok yang saling berfoto menikmati indahnya pemandangan Lombok 360 derajat. Selain itu laut dan gugusan pulau-pulau kecil, Gunung Agung di Bali juga terlihat dari sini. Dan Gunung Baru Jari juga terlihat sangat cantik dengan dikelilingi birunya danau Segara Anak.

Setelah sempat terdiam sejenak takjub, kami mulai membuka perbekalan yang masih ada dan mengisi perut karena tenaga yang sudah terkuras. Tak ketinggalan juga mengambil gambar, mengabadikan moment ini sambil menikmati pemandangan sekitar. Lebih dari satu jam kita menghabiskan waktu di atas sebelum memutuskan kembali untuk turun.

Sekitar pukul 10.00 WITA, kami mulai turun. Trek yang saya anggap seperti ibu tiri kala naik berubah menjadi ibu kandung yang sangat baik. Saya hanya perlu menggunakan tumit untuk berjalan dan otomatis satu langkah saya menjadi lebih panjang dari biasanya. Saya sangat menikmati trek ini. Saya Suka Saya Suka!


Saatnya Turun
Biasanya saya hanya akan bercerita tentang bagaimana perjalanan saya mencapai puncak. Tapi kali ini berbeda. Saya akan mencoba menguraikan bagaimana kami dapat mencapai kembali “peradaban” karena kami mengambil jalur yang berlainan dengan jalur saat naik. Ok, lets find out!

Hanya butuh waktu 3 jam untuk turun puncak. Setengahnya dari waktu naik ke puncak. Namun perjalanan kami masih lah sangat jauh, saat ini target kami ialah melanjutkan perjalanan untuk dapat mencapai danau sebelum petang, namun karena kembali menyempatkan diri ber-istirahat dan Repacking, akhirnya kami baru bisa melanjutkan perjalanan pada pukul 16.00 WITA. Trek dari Plawangan Sembalun menuju danau Segara Anak membuat saya kaget. Walaupun berjalan turun, kami tidak bisa bergerak cepat. Trek bebatuan besar walau setengahnya sudah di tata rapi membuat kita harus berhati-hati dalam mengambil langkah.

Perkiraan untuk sampai ke danau adalah sekitar 4 jam. Setelah jalanan bebatuan, trek berubah menyusuri bukit landai lalu naik lagi sesekali, namun hingga mencapai pukul 21.00 WITA kami belum juga sampai di danau, menjadikan sebagian dari kami panik. Akhirnya kami berhenti sejenak untuk menjernihkan suasana dan memutuskan mencoba menghubungi Basecamp Sembalun via Smartphone. Alhamdulillah, sinyal operator XL lumayan bagus (bukan endorse) sehingga saya dapat berbicara dengan petugas disana tentang keberadaan kami sekaligus menanyakan apakah kami masih dalam jalur sebenarnya. Setelah mendapatkan penerangan bahwa danau sekitar satu jam dari tempat kami berhenti, perjalanan pun dilanjutkan. Benar saja belum genap satu jam, kami sudah sampai di danau walau dengan keadaan yang sangat kelelahan, kepanikan dan sebagian amarah karna kurangnya kecocokan dari karakter kami satu sama lain. Dan ini adalah PR kami untuk dapat mengecilkan ego masing-masing ketika dalam tim ini.

Secara cepat kami mendirikan tenda dan segera istirahat, tanpa obrolan perenyah yang sebelumnya banyak menghiasi perjalanan kami. Bahkan kami cenderung saling diam, lalu semua tertidur pulas.
Danau Segara Anak
Minggu, 20 Agustus 2017- Selamat pagi Danau Segara Anak. Perkara tadi malam mungkin sudah lebih membaik. Perlahan birunya danau serta langit Segara Anak terlihat mengaggumkan. Bukan hanya itu, gagahnya gunung Baru Jari Rinjani terlihat tepat di depan mata saya dan ini membuat saya tahu mengapa orang-orang ingin kembali kesini. Tepian danau dengan pemandangan Gunung Baru Jari dan para porter yang duduk berjejer memancing ikan pagi tersebut merupakan salah satu tempat terbaik untuk menikmati pagi. Serius, ini sangat indah. Tidak hanya itu, terdapat sungai air panas yang hanya berjarak sekitar 5 menit dari tepi danau. Ini salah satu lagi surga untuk para pendaki setelah menjalani perjalanan ke puncak.

Perjalanan pulang ternyata masih panjang. Pagi-pagi sekali saya beserta yang lain mandi di sungai air panas ini, sekedar mengendurkan otot-otot dibadan yang kaku. Sebagian yang lain menyusul setelah mengambil air.

Waktu berjalan begitu cepat dan matahari sudah agak meninggi. Kami harus cepat bersiap untuk melanjutkan perjalanan. Rencana awal kami adalah pulang melalui jalur Torean karena informasi yang kami dapat jalur ini lebih pendek dari jalur Senaru. Tetapi setelah berbincang-bincang dengan kelompok sebelah (pendaki asal Tangerang yang kami temui di pos 3 Sembalun) menyarankan untuk mengikuti seorang porter yang sedang disewa suatu open trip melewati jalur Sajang. Konon jalur ini adalah jalur resmi, hanya kurang dalam hal promosi dibandingkan jalur Torean yang memang bukan jalur resmi bahkan jalur tersebut sedang dalam perbaikan. Atas kesepakatan bersama kami mengikuti porter tersebut dengan satu kelompok lain.

Perjalanan dimulai. Trek awal adalah menyusuri bukit-bukit landai diteruskan dengan menyusuri jalan setapak didekat sungai. Jalur Sajang dan jalur Torean sama-sama melewati punggungan bukit berhadapan yang hanya dipisahkan oleh sungai. Jadi kami dapat melihat beberapa kelompok yang lewat jalur Torean walaupun terlihat sangat kecil di kejauhan. Jalur Sajang sangat mudah dikenali, kuncinya hanya mengikuti pipa air yang akan mengantarkan sampai ke pemukiman warga.

Karena dirasa mudah mengenali jalur, kami dan kelompok asal Tangerang ini memutuskan berjalan duluan didepan  porter ini, hingga Pada suatu titik, persis diatas air terjun kami terhenti dan tidak dapat melanjutkan perjalanan karena kami kehilangan arah, jalurnya tidak dapat kami temukan. Awalnya yang kami lakukan adalah menunggu porter ini lewat tapi setelah beberapa lama kami tidak mendapati beliau, lalu kami sepakat untuk berjalan mundur guna menemui porter tersebut.

Syukurlah kembali kami dapat bertemu porter itu lagi, beliau sedang istirahat memasak makanan untuk anggota open tripnya. kami mengerti tugas beliau, karenanya kami sabar menunggu. Tak terasa hari hampir gelap dan porter ini menyarankan kami untuk bermalam bersama kelompok opentrip nya. Beliau menjelaskan perjalanan kami masih sekitar 6 jam dan akan riskan jika tetap meneruskan perjalanan tanpa mengetahui trek.

Finally, kami ikuti saran nya beliau dan bermalam di suatu tempat yang entah saya lupa namanya. Tidak banyak tempat landai disana, mengandalkan samping trek yang hanya bisa untuk mendirikan satu tenda itupun hanya untuk kaum hawa, sementara semua lelaki tidur beralaskan babatuan, tanah dan ber-atapkan langit. Malam ini kami lewati dengan mengobrol sambil makan malam untuk lebih mengenal satu sama lain. hingga malam kian larut dan kami terlelap.

Senin, 21 Agustus 2017-Pagi sekali kami bangun dan segera packing untuk perjalanan pulang. Tidak sabar untuk bertemu dengan kasur empuk dan nasi padang. Hari kelima di gunung untuk pertama kalinya membuat mood saya agak jelek dan fokus saya saat itu hanya agar bisa sampai di perumahan warga. Karena kami mengikuti porter open trip jadi kami lagi-lagi harus menunggu, perjalananpun dimulai  pukul 9.00 WITA.

Trek jalur Sajang memang luar biasa. Kami melewati pungunggan bukit dengan mengikuti pipa besar yang mengalirkan air dan seakan tak berujung. Bahkan sempat ada beberapa titik yang jalurnya belum layak dilewati, untuk itulah kami harus beberapa kali pindah jalur yang berada perisis di atas trek yang dilewati dan harus saling membantu bahu-membahu untuk melewatinya. Beberapa orang dari kami juga sempat akan terjatuh dan syukurnya masih sempat tertangkap, selamat.


Kelebihan dari trek Sajang adalah kami tidak akan kekurangan air dan pemandangan dari semua jalur ini sangat luar biasa. Saya sendiri sempat tidak menyangka akan mendapatkan view terbaik ini. Pikiran saya langsung teringat dengan film The Lord of The Ring karena penampakan gundukan-gundukannya mirip dengan setting film tersebut. Kalian harus kesini  membuktikan ini!


Hari sudah mulai sore. Jalur yang kami lewati sudah masuk ke dalam hutan dan masih sekitar 2 jam lagi untuk sampai perumahan penduduk. Pada jalur ini kesabaran saya benar-benar diuji dengan tenaga sudah tiris namun harus memaksakan kaki untuk terus melangkah. Pada jalur-jalur akhir ada seorang anak dari desa Sajang yang mendapat tugas dari open trip tersebut untuk mengantarkan makanan. Andri memakai jasanya juga untuk membawakan carriernya sampai ke bawah. Tak lama kemudian anak ini datang lagi dan saya pun langsung menggunakan jasanya yang ternyata jarak untuk mencapai desa sudah dekat hanya sekitar 15 menitan lagi.

Setelah keluar dari hutan, jalur berubah dipenuhi ilalang yang tinggi. Hanya sebentar dan saya yang berada paling belakang dengan Ade simata hijau dan Andri akhirnya menemukan mereka yang sudah sampai lebih dulu. Seketika itu kami dijemput oleh mobil pickup dengan membayar Rp, 10.000 per orang untuk mengantarkan kami ke desa Sajang.

Kembali ke Pradaban
Alhamdulillah kami kembali ke peradaban. Perjalanan yang sangat liar yang akan saya ingat seumur hidup saya. Banyak yang saya dapatkan dari perjalanan kali ini. Tentang bagaimana harus membuat rencana perjalanan yang matang, mengetahui karakter teman jalan, menekan ego agar tidak memeperkeruh suasana, mengerti teman seperjalanan, membuat manajemen waktu yang bagus, memeperbanyak informasi tentang jalur dan masih banyak lagi. Kecintaan saya terhadap alam dan rasa syukur juga bertambah ketika diberi kesempatan untuk bertandang ke tempat sebagus ini. Mungkin saya akan rindu dengan danau Segara Anak.


Terima kasih untuk semua yang ikut mendukung dan ikut mendoakan. Doa orang tua yang tidak pernah lepas, teman-teman Expena, teman-teman seperjalanan (Ade, Ichal, Andri dan Hana) dan teman-teman yang kami temui di jalan (Bang Adi, Bang Rama, Bang Chimot, Miko, Betet, Rico), Pak porter yang saya tidak tahu namanya dan teman-teman yang saya repotkan sebelum berangkat (Anjar, Untung, Mas Ndut, Tabah dan lain-lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu).

Perjalanan saya juga tidak berakhir disini, banyak yang saya temui ketika perjalanan pulang ke Jakarta dengan jalur darat. Tunggu postingan selanjutnya ya!

Salam lestari!

Hajriah Fajar is a multi-talented Indonesian artist, writer, and content creator. Born in December 1987, she grew up in a village in Bogor Regency, where she developed a deep appreciation for the arts. Her unconventional journey includes working as a professional parking attendant before pursuing higher education. Fajar holds a Bachelor's degree in Computer Science from Nusamandiri University, demonstrating her ability to excel in both creative and technical fields. She is currently working as an IT professional at a private hospital in Jakarta while actively sharing her thoughts, artwork, and experiences on various social media platforms.

Thank you for stopping by! If you enjoy the content and would like to show your support, how about treating me to a cup of coffee? �� It’s a small gesture that helps keep me motivated to continue creating awesome content. No pressure, but your coffee would definitely make my day a little brighter. ☕️ Buy Me Coffee

Posting Komentar untuk "Lombok Experience, Mount Rinjani 3726 MDPL"