Waktu Pagi Di Semeru



Lagi, lagi dan lagi. Malang lagi. Suasana Malang memang seringkali membuat siapapun ingin bertandang kembali. Well, walaupun pernah beberapa kali ke Malang saya baru diberi kesempatan untuk melakukan perjalanan ke Gunung tertinggi di tanah Jawa yakni Gunung Semeru. Setelah sempat gagal berangkat sekitar setahun lalu gegara terjadi musibah beberapa pendaki hilang yang menyebabkan jalur pendakian ditutup. Padahal semua persiapan sudah dilakukan, tinggal duduk manis saja di kereta Matarmaja yang sudah booked jauh-jauh hari. Tetap manusia hanya dapat berencana, mungkin ini yang dinamakan belum jodoh *eh, maksudnya dengan gunung.

Perjalanan kali ini ditemani kembali dengan geng blueb*nd yang kemarin memberikan banyak cerita dalam perjalanan ke puncak Indrapura, Kerinci. Berawal dari agenda meet up untuk saling bertukar foto tapi diujung acara ternyata ada penentuan tanggal untuk jalan-jalan lagi yakni ke Semeru. Ini adalah bagian dari “racun” merereka. Hahaa

Senin, 4 Mei 2017

Awal rencana ada 6 orang yang ikut dari Jakarta ditambah satu lagi si adek bontot, Bella. Pada hari keberangkatan ada beberapa yang batal ikut secara mendadak (termasuk Anjar dan Untung) dan sumpah ini bikin kesel tapi akhirnya hanya tiga orang saja yang berangkat yakni saya, bang Mulya dan bang Tynol. Kita berangkat dengan kereta Matarmaja dari stasiun Pasar Senen dengan tujuan stasiun Malang yang berangkat pada pukul 15.15.

Perjalanan ke Malang adalah perjalanan yang panjang dan kurang lebih menghabiskan waktu 16 jam. 3 jam pertama sampai di Cirebon Perujakan, di stasiun ini kereta berhenti cukup lama sekitar 15 menit dan terdapat warung-warung nasi yang menjual berbagai menu ramesan jadi bagi yang tidak ingin membeli makanan kereta yang memang cukup mahal dapat membeli makanan disini yang dibandrol 10-15ribu tiap bungkusnya. Dan kami juga tidak lupa mengisi perut disini. Tapi jangan kaget dengan keadaan yang sangat ramai karena memang stasiun Perujakan Cirebon adalah tempat favorit para pejalan untuk membeli makan yang terbilang murah.



Kereta kembali melaju dan setelah 2 jam akhirnya sampai juga di stasiun Pekalongan, waktunya si Adek mulai bergabung. Perjalanan masih sangat lama sehingga sebagian besar waktu kami gunakan untuk istirahat.

Selasa, 5 Mei 2017

Setelah perjalanan panjang akhirnya kami sampai juga di kota Malang. Selamat pagi Malang! (minta dikasih salam). Tempat pertama yang kami cari adalah tempat makan karena memang pagi itu semua merasa lapar. Di depan stasiun terdapat taman yang lengkap dengan toilet serta berbagai warung yang menyajikan berbagai menu. Kami juga tak mau kalah dengan yang lain, langsung hunting makanan untuk sarapan sebelum menuju ke Pasar Tumpang.

Setelah kenyang kami segera mencari angkutan menuju pasar tumpang. Saya lupa apa kodenya tapi angkutan ini berwarna biru muda telur asin. Karena angkutan ini memang bukan rutenya menuju ke Pasar Tumpang maka kita harus pandai-pandai bernegosiasi dan akhirnya kita mendapat harga Rp 80.000 untuk sekali angkutan ke Pasar Tumpang. Kurang dari satu jam kita sampai dan sudah ada mas Ndut dan temannya mas Dedik yang sudah datang lebih awal.



Waktu masih pagi yakni 10.00 kami lanjutkan untuk membeli logistik di pasar yang letaknya bersebalahan dengan basecamp. Di basecamp ini kami mengurus segala macam perizinan seperti mengumpulkan surat sehat dan fotokopian KTP serta disini juga disediakan penyewaan jeep yang akan membawa kami ke Desa Ranupani. Lagi-lagi harus pintar dalam nego jeep karena untuk sekali angkut penyewaan jeep ini cukup mahal mungkin karena letaknya yang masih agak jauh dan jalanan yang terbilang ekstrim. Setelah deal dengan harganya dan logistik pun sudah lengkap, kami melanjutkan perjalanan sekitar 3 jam menuju desa Ranupani sebagai gerbang pendakian Gunung Semeru. Satu jeep bisa diisi oleh 9 orang dan waktu itu ada 3 orang pendaki yang bergabung dengan kami, lumayan, karena dapat mengirit sedikit pengeluaran.




Setelah sampai di desa Ranupani, perizinan yang telah diurus tadi dibawa ke kantor TNBTS (Taman Nasional Bromo Tengger Semeru) untuk mendapatkan simaksi pendakian dengan membayar sekitar 30 – 40an ribu (saya lupa berapa) dan bagusnya lagi dari pihak pengelola selalu memberikan briefing kepada para pendaki tentang berbagai informasi yang harus diketahui pendaki tentang gunung Semeru.



Menjelang matahari terbenam kami memulai perjalanan. Terdapat 5 pos yang harus dilewati untuk mencapai danau Ranukumbolo. Trek awal pendakian sampai pos 4 didominasi oleh pepohonan khas hutan yang tidak terlalu lebat. Pada setiap pos juga terdapat warung-warung kecil sebagai penanda pos, jadi tidak usah khawatir kehabisan logistik jika berada di gunung Semeru. Setelah berjalan kurang dari 4 jam kita sampai di pos 4 dan sejenak beristirahat. Dari sini, Ranukumbolo sudah terlihat dengan dikelilingi lampu-lampu tenda pada pinggirannya. Dari pos 4 menuju Ranukumbolo sudah sangat dekat dengan jalanan menuruni bukit sehingga sebelum jam 22.00 kami sudah dapat mencapai danau. Terdapat sebuah shelter dengan ruangan yang cukup luas dan tanpa pikir panjang akhirnya kami putuskan untuk bermalam di shelter ini tanpa harus membuka tenda. Keadaan dalam shelter terdapat panggung pada sisi kanan kiri dapat pula digunakan untuk tidur tapi tetap saja namanya sudah di gunung walaupun tidur dalam suatu yang seperti rumah (beratap) suhunya masih saja dingin dan harus tetap menggunakan sleeping bag. Sayangnya dalam shelter ini terdapat tumpukan sampah di pojokan ruangan sehingga menyebabkan bau yang sedikit menganggu. Mungkin ini bisa jadi perhatian lagi bagi para pendaki dan pengelola TNBTS.

Rabu, 6 Mei 2017

Keadaan bau sampah dalam shelter ini memang agak menganggu sehingga saya harus beberapa kali terbangun untuk pindah tempat menghindari bau ini. Tapi apapun itu harus dinikmati, namanya hidup di gunung harus serba ‘legowo’ ya.

Rasa penasaran saya dengan danau Ranukumbolo terjawab pagi ini, danau yang selama ini saya lihat di banyak media sosial akhirnya saya saksikan dengan mata kepala sendiri. Bahkan sedari pagi sekali saya sudah bangun untuk melihat pertunjukan pagi di tepian danau.







Pagi itu cuaca tidak begitu bersahabat, banyak kabut yang menutupi perbukitan ujung danau. Tapi pagi di tempat ini memang spektakuler. Banyak ketenangan pagi yang diberikan hanya dengan melihatnya saja. Terima kasih atas satu lagi pertunjukan alam yang maha megah.

Matahari sudah mulai naik kami mulai memasak nasi dan bersiap-siap melanjutkan perjalanan. Diawali dengan tanjakan yang sangat terkenal karena film 5 cm yakni tanjakan cinta kami lewati sekitar 20 menitan. Kemudian setelah dibuat takjub dengan danau Ranukumbolo, lagi-lagi saya dibuat takjub dengan sabana luas yang dipenuhi dengan Verbena brasiliensis yang sering disebut Oro-oro Ombo. Cukup lama kami menikmati keindahan disini, sekedar beselfie-ria dan mengekplore sudut-sudut yang masih dapat kami jangkau.





Perjalanan kembali kami lanjutkan dan kembali memasuki hutan yang tidak terlalu padat dengan pepohonan dan medan jalanan yang landai. Sampai di Pos Cemoro Sewu. Kami beristirahat sejenak sebelum kembali melanjutkan berjalan. Memang benar kata beberapa orang tidak usah khawatir di Semeru tentang logistik, karena sampai di pos inipun masih ada orang warung kecil. Jadi, semangka segar bisa kita temukan dimana-mana.

Dengan jalanan yang landai kami lanjutkan perjalanan dan sampai juga di Pos Jambangan. Harusnya dari sini kami dapat melihat puncak Mahameru dari kejauhan tapi sayangnya cuaca hari itu berkabut dengan iringan gerimis. Tanpa berlama-lama beristirahat sekitar 15 menit kami sampai di camp 2 yaitu Kalimati. Hari masih siang tapi kami langsung mendirikan tenda dan memasak makanan. Sehingga bisa menyimpan tenaga untuk summit pada esok dini hari. Di Pos Kalimati terdapat sumber air bernama Sumber Mani tapi untuk mengambilnya kita harus berjalan sekitar 15 menit yang terletak sebelah barat Kalimati.


Untuk summit ke puncak Mahameru memang masih sangat jauh. Diperlukan waktu sekitar 6 jam perjalanan, jadi disarankan untuk memulainya pada dini hari sekali agar tidak terlalu siang untuk sampai ke puncak. Jadi malam itu kami tisur lebih awal agar bisa bangun lebih.

Kamis, 7 Mei 2017

Pukul 00.00 saya terbangun tapi belum ada satupun yang bangun malam itu. Sebenarnya bang Tynol dan mas Ndut yang sudah beberapa kali kesini tidak mau mengantar ke puncak apabila cuaca malam gerimis atau hujan. Sebenarnya agak kesal sih tapi tetaplah ‘they are the boss’ hahaa. Untungnya, cuaca malam itu sangat cerah. Banyak bintang-bintang terlihat dan sudah ada beberapa kelompok pendaki lain yang memulai summit. Jadi mau tidak mau, lagi-lagi mereka harus summit  ke puncak Mahameru yang konon sangat menguras tenaga ini. Terima kasih bang Tynol, mas Ndut.  Dan ternyata bukan saya saja yang bersemangat, bang Mulya pun sama. Jadi saya dan bang Mulya segera menyiapkan bekal secukupnya dan kemudian membangunkan mereka yang masih tertidur.

Dimulai dengan doa dan sedikit peregangan, kami mulai perjalanan jam 02.00 dini hari. Tapi tidak hanya kami saja, ada rombongan dari Pasar Minggu, Jakarta yang ikut bergabung dengan kami.

Cuaca yang cerah menjadikan kami sangat bersemangat. Mungkin bukan hanya ini saja, keadaan yang masih gelap membuat kami belum lemas melihat trek yang menanjak curam. Pada waktu subuh kami sudah masuk dalam medan trek pasir sehingga kami tunaikan ibadah sholat subuh dengan posisi duduk karena memang disini sudah tidak ada tanah yang landai.





Trek pasir ini memang sangat panjang dan sangat melelahkan. Sekedar tips dari mas senior. Pada trek seperti ini, cari pijakan yang sudah diinjak orang dan sedikit masukan ujung sepatu kedalam pasir-pasir itu dengan posisi yang horizontal karena mengambil langkah dengan posisi agak miring menyebabkan kaki cepat lelah. Jadi ikutin saja pendaki yang ada di depan kalian. Tips ini sangat membantu bagi saya tapi tetap saja tekad kuat sangat dibutuhkan. Terlebih trek curam ini terasa sangat melelahkan ketika matahari sudah semakin tinggi. Tapi setelah selesai di php-in abang-abang senior ini akhirnya kaki ini sampai juga di puncak pukul 07.00. Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang masih memberi kesempatan untuk menginjakan kaki di tanah tertinggi Pulau Jawa. Puncak yang tadinya hanya ada dalam impian sekarang ada di depan mata.

Dari Puncak Mahameru dapat terlihat gundukan bukit-bukit yang mengelilingi. Puncak Mahameru cukup luas dan landai dengan kontur bebatuan. Setiap setengah jam terdapat kepulan asap berasal dari kawah yang bernama Jogring Saloko. Banyak para pendaki yang menunggu momen ini untuk sekedar diabadikan di kamera. Kami juga tidak kalah dengan mereka, eksplore angle-angle yang dirasa instagramable.




Setelah puas kami langsung turun. Untuk sampai ke Kalimati tidak perlu waktu lama dengan trek pasir seperti ini, sekitar 2,5 jam kami sudah sampai di camp. Diteruskan packing bawaan dan pulang tanpa menginap lagi di gunung. Alhamdulillah, kami dapat mencapai Ranupani pada jam 21.00 dan beristirahat  di pendopo depan kantor TNBTS sampai esok harinya.



Inilah secuplik perjalanan saya bersama mereka yang sering sekali saya repotkan. Big thankfull buat bang Mulya, mas Ndut, bang Tynol, mas Dedik dan dek Bella karena sudah menjadi patner jalan yang sangat menyenangkan. Beruntung sekali punya keluarga baru seperti mereka. Puncak hanya akan jadi angan jika saya tidak bertemu dengan orang-orang hebat ini. saya kembali merindukan petualangan liar bersama kalian. Dan semoga setiap perjalanan akan menjadikan kita sebagai pribadi yang lebih bersyukur, lebih rendah hati. Serta menjadikan setiap perjalanan menjadi sarana kita untuk lebih mendekatkan diri dengan Maha Berkuasa. Terima kasih.

Hajriah Fajar is a multi-talented Indonesian artist, writer, and content creator. Born in December 1987, she grew up in a village in Bogor Regency, where she developed a deep appreciation for the arts. Her unconventional journey includes working as a professional parking attendant before pursuing higher education. Fajar holds a Bachelor's degree in Computer Science from Nusamandiri University, demonstrating her ability to excel in both creative and technical fields. She is currently working as an IT professional at a private hospital in Jakarta while actively sharing her thoughts, artwork, and experiences on various social media platforms.

Thank you for stopping by! If you enjoy the content and would like to show your support, how about treating me to a cup of coffee? �� It’s a small gesture that helps keep me motivated to continue creating awesome content. No pressure, but your coffee would definitely make my day a little brighter. ☕️ Buy Me Coffee

Posting Komentar untuk "Waktu Pagi Di Semeru"